Diplomasi cerdik Sutan Syahrir untuk mendapat legalisasi Internasional (1945-1949)
Berdasarkan realita tahun 1945-1949 Indonesia memang sudah merdeka , tapi masih sangat rapuh. Indonesia membutuhkan sistem pemerintahan yang terperinci dan terstruktur. Keesokan harinya Soekarno diangkat menjadi presiden dan Hatta sebagai wakilnya. Lalu dibentuk juga Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) , yang kemudian menjelma DPR. Syahrir dipercaya sebagai ketua KNIP hingga tanggal 14 November Syahrir di angkat sebagai perdana Menteri Indonesia yang pertama pada umur 36 tahun.
Syahrir di Nehru |
Pasca kemerdekaan , Indonesia memiliki 2 peran besar , yaitu mempertehankan status kemerdekaan dari serangan militer Belanda dan memenangkan legalisasi dunia internasional yang perlu diperjuangkan dalam perundingan dan perjanjian.
Terjadilah perselisihan pendapat lagi antara golongan muda dan golongan tua. Akhirnya jendral Sudirman dan Tan Malaka lah yang menuntaskan dilema pertama. Sementara Syahrir dan Hatta fokus menyelesaikan dilema legalisasi dunia internasional.
Dalam menuntaskan dilema ke dua ini , tindakkan Syahrir lah yang membuat ia dikenal sebagai diplomatik ulung yang sangat cerdik membaca situasi dunia internasional. Pertama yaitu keputusan cerdiknya untuk menunjukkan pbantuan kepada India yang sedang mengalami krisis pangan dengan mengirim 500 ,000 ton beras pada 20 Agustus 1946. Cerdiknya lagi , Syahrir memprediksi India tidak lama lagi akan merdeka , jadinya Indonesia di undang perdana mentri India untuk berpartisipasi di Konferensi Hubungan negara-negara Asia di New Delhi. Dari sini , jaringan Syahrir makin besar dan lagi diundang ke aneka macam negara untuk memperkenalkan Indonesia. Inilah yang sering disebut sebagai diplomasi kancil. Setelah dari India , Syahrir melanjutkan diplomasinya ke Kairo , Mesir , Suriah , Iran , Singapura , dan Burma.
Tindakan Syahrir lainnya yang cerdik ialah ikut berpartisipasi dalam perjanjian Linggarjati. Perjanjian tersebut membuat Indonesia rugi dan Belanda untung besar , namun Syahrir mengusulkan menambahkan pasal tambahan. Yaitu pasal perundingan tingkat PBB bila terjadi perselisihan kembali suatu hari nanti. Belanda pun setuju.
Sesuai prediksi Syahrir , Belanda melancarakan agresi Agresi Militer 1 tahun 1947. Berkat adanya pasal ini , Belanda terbukti melanggar perjanjian dan harus menyelesaikan dilema ini di sidang internasional. Momentum inilah yang membuat dunia melihat Indonesia sedang ditindas oleh mantan penguasa koloninya. Dunia pun semakin berpihak pada NKRI.
Lalu berganti gilirannya Hatta yang berpartisipasi di Konferensi Meja Bundar 23 Agustus - 2 November 1949. Hasil dari KMB ini Indonesia menang besar sebab berhasil menerima legalisasi kedaulatan resmi dari Belanda dan juga dunia Internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar